Nama : Ajirnii Qalibun
Tingkat II NON REGULER II
Hiperbilirubin Pada Anak
a.
Pengertian
Ikterus
fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi.
Ikterus
patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
b.
Metabolism Bilirubin
Bilirubin merupakan
produk yang bersifat toksik, dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar
bilirubintersebut berasal dari degredasi hemoglobin dan sebagian lagi dari hem
bebas atau eritropoesis yang tidak
efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini
sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit dieksresi dan mudah melalui membrane biologic seperti
plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Didalam
hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membrane sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada di
sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan
glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat
terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul
berkat adanya enzim glukotonil tranferase yang menghasilkan bentuk bilirubin
indirek, jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu
dapat dieksresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi
ini dieksresi melalui duktus hepatikus kedalam saluran percernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin.
Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbs enterohepatik.
Sebagian besar
neonates mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus.proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus
, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya
fungsi hepar.peninggian kadar bilirubin ini terjadi di hari ke 2-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14
kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10mg/dl pada bayi cukup bulan dan
kurang dari 12mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian
bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan
timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati
menurun sehingga kumulasi didalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, missal kerusakan sel otak
yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
c.
Etiologi
Penyebab ikterus
pada BBL dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa factor :
1. Produksi
yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk
mengeluarkannya, missal pada hemolisis yang meningkat pada imkompabilitas darah
Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan
proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
tranferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4. Gangguan
dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar
oleh penyebab lain.
d.
Patofisiologi
Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab Bilirubin pada
streplucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan Bilirubin plasma terjadi
apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada
bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita
gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatica.
Pada derajat
tertentu, Bilirubin akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada Bilirubin indirek. Sifat indirek ini
yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak, ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar
Bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan
imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan
susunan saraf pusat yang terkena trauma atau infeksi.
e.
Tandan dan Gejala
·
Kulit tampak berwarna kuning terang hingga
jingga(pada bayi dengan Bilirubin indirek)
·
Anemia
·
Petekje
·
Perbesaran lien dan hepar
·
Perdarahan tertutup
·
Gangguan nafas
·
Gangguan sirkulasi
·
Gangguan saraf
f.
Penatalaksaan
Tujuan utama
adalah untuk mengendalikan agar kadar Bilirubin serum tidak mencapai nilai yang
dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat
dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan
pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat
menghambat metabolism Bilirubin(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi
enterohepatik(pemberian kolesteramin), terapi atau sinar atau transfuse hikan,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar Bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan
efek samping terapi sinar, antara lain enteritis, hipertermia, dehidrasi,
kelainann kulit(ruam gigtan kuku), gangguan minum letargi dan iritabilitas.
Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadanga penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
g.
Prognosis
Hiperbilirubin
baru akan berpengaruh bentuk apabila Bilirubin indirek telah melalui sawar
otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris,
gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin
kejang, spastic dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan
adanya atitosis, gangguan pendengaran atau retardasi mental dihari kemudian.
0 komentar:
Posting Komentar